Aceh. Bila mendengar kata itu kita akan langsung menuju ke sebuah kata "serambi mekkah", tsunami, GAM, dan belakangan dalam beberapa bulan yang lalu, teroris. Semua itu seakan-akan menyiratkan ada kesan religius namun juga ada kesan menegangkan alias tidak damai.

Di masa lalu Aceh memang penuh dengan konflik politik yang berkepanjangan akibat adanya pelanggaran HAM semasa pemerintahan orde baru yang melaksanakan kebijakan Daerah Operasi Militer atau DOM. Kebijakan itu dipicu oleh adanya GAM yang hendak melakukan kegiatan separatis dari Indonesia pada 1976. Pada akhirnya setelah konflik yang berjalan sekian lama permusuhan antara GAM dan RI berakhir dan kehidupan damai dimulai kembali. Penyebab utamanya adalah tragedi tsunami yang melululantahkan seluruh Aceh dan membuat semua yang bertikai agar mengakhiri sebab konflik yang berkepanjangan hanya akan membuat Aceh tambah menderita. Meskipun memang tadi saya sebutkan ada kegiatan teroris terselubung di Aceh, namun pada akhirnya itu tidak mempengaruhi kehidupan rakyat Aceh yang menginginkan kedamaian dan memang sebagian besar dari teroris itu sudah mati dan dibekuk.

Bila melihat dalam keadaan sekarang, Aceh memang unik. Sudah 3 kali provinsi pertama di Indonesia ini berganti nama dari Daerah Istimewa Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam hingga Aceh saja. Bukan itu saja inilah satu-satunya provinsi di Indonesia yang benar-benar secara total menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Pelaksanaan syariat itu dilaksanakan oleh beberapa pihak seperti Majelis Permusyawaratan Ulama, pengadilan syariah hingga polisi syariah yang bertindak di lapangan. Pelaksanaan ini ada berangkat dari sejarah Aceh di masa lampau sebagai sebuah kerajaan Islam yang berdaulat dan mempunyai kekuasaan di sekitar selat Malaka. Juga karena mulai diberlakukannya otonomi bagi tiap daerah pasca reformasi. Sempat ada pro dan kontra mengenai ide pelaksanaan tersebut karena ada yang mengatakan pelaksanaan syariat tidak sesuai dengan Pancasila sebagai dasar ideologi negara dan ada juga mendukung karena itu sesuai dengan kultur masyarakat Aceh yang islami dari kota sampai pelosok. Karenanya julukan "serambi mekkah" melekat pada provinsi ini meskipun dalam kenyataannya tidak semua orang-orang Islam di Aceh adalah tipe yang taat dalam beragama. 

Pelaksanaan syariat yang sudah dimulai pada 2001 lalu sampai saat ini terbilang lancar dan tidak ada kendala. Masyarakat Aceh menerima peraturan itu karena sesuai dengan kemauan mereka sendiri meskipun juga di lapangan masih ditemukan pelaksanaan yang setengah-setengah.

Setidaknya dalam pandangan heterogen, syariat Islam yang diterapkan di Aceh pada ahkhirnya mesti dihargai meskipun itu memang tidak sesuai dengan koridor yang ditetapkan dalam Pancasila yang harus dianut sebagai ideologi bangsa. Namun demikian sikap orang Aceh pada masa ini masih dikatakan setia kepada NKRI setelah konflik berakhir.

Yang unik lagi dari Aceh adalah provinsi ini mempunyai juga beberapa partai lokal seperti Partai Aceh dan Sira yang boleh ikut dalam pemilu 2009 lalu. Beberapa partai politik lokal yang digambarkan sebagai ujung aspirasi rakyat Aceh yang sebenarnya ini pun mendapat banyak kursi di DPRD Aceh sendiri. Meskipun memang keberadaan partai-partai itu terutama Partai Aceh dicurigai karena dinilai sebagai terusan dari GAM akibat lambang yang digunakannya. Keberadaan partai-partai lokal ini karena adanya isi dari MoU di Helsinki yang mengizinkan hal tersebut.

Apapun yang sekarang berada di Aceh bagaimanapun harus kita hargai. Sebagai sebuah bangsa yang lahir dari rahim yang heterogen sudah semestinya sikap seperti itu mesti diperlihatkan. Mengingkarinya sama saja mengingkari para nenek moyang dan founding fathers negara ini ketika akan membentuk sebuah nasion dari berbagai nasion.

Sheila ON 7-Hari Bersamanya