Palangkaraya memang pas!

Palangkaraya. Berulang kali nama tersebut diucapkan oleh banyak pihak terkait dengan kemacetan Jakarta. Lantas apa hubungannya? Kemacetan yang terjadi di Jakarta, ibukota negara ini, makin merisaukan banyak pihak terutama para pemerhati lingkungan hidup. Apa yang terjadi di Jakarta akibat kemacetannya yang menjadi-menjadi menjadikan kota tersebut tidaklah layak lagi untuk dijejali banyak kendaraan bermotor yang selalu memenuhi ruas-ruas jalan yang sejujurnya tidak sebanding. Dari tahun ke tahun kemacetan terus bertambah. Usulan demi usulan untuk sesuatu yang alternatif makin digalakkan. Mulai dari pengadaan transportasi umum yang nyaman hingga pemindahan ibukota. Cara pertama telah dilakukan insan pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan mengadakan busway dan waterway. Sayang, minat masyarakat masih kurang dan lebih senang memakai mobil pribadi. Hal ini dikarenakan angkutan umum yang ada kurang memadai dan terpercaya. Busway yang digadang-gadang bakal menjadi solusi kemacetan malah ikut-ikutan ambruk apalagi waterway. Kemudian muncul usulan Mass Rapit Transit yang berbasis keretaapi. Namun, ternyata banyak yang meragukan usulan ini karena MRT pada dasarnya belum bisa menjamin kota bebas macet jika masyarakatnya masih sekali lagi tergantung pada kendaraan pribadi dan untuk sekarang saja transportasi keretaapi yang ada masih saja terkendala masalah sinyal listrik.

Akhirnya usulan lain muncul yaitu pemindahan ibukota. Jakarta yang telah menanggung peran yang begitu multi baik sebagai ibukota pemerintahan, bisnis dan perdagangan, dan pusat budaya terlihat sudah kewalahan dengan beban ganda seperti itu. Ada yang menginginkan agar peran Jakarta dikurangi satu-persatu terutama dalam pemerintahan. Kemudian ada yang mengusulkan agar pusat pemerintahan dipindahkan ke Palangkaraya, ibukota Kalimantan Tengah. Usulan pemindahan ke Palangkaraya itu juga bukan usulan sembarangan mengingat letaknya yang berada di tengah Kalimantan Tengah dan terbilang strategis. Kota yang dahulu bernama Pahandut ini bahkan merupakan kotamadya terbesar se-indonesia yang masih terbilang asri karena mempunyai hutan konservasi di tengah-tengah dan sekelilingnya. Palangkaraya sendiri berdiri pada 1957 sejalan dengan pembentukan provinsi Kalimantan Tengah. Bahkan Bung Karno pada waktu pembentukannya sempat ingin menjadikan Palangkaraya sebagai ibukota daripada Jakarta yang pada masanya saja sudah dihinggapi banyak masalah seperti banjir. Namun, pada akhirnya keinginan itu tidak jadi karena tantangan dari banyak pihak yang lebih menginginkan Jakarta. Keinginan Bung Karno itu muncul itu ketika meresmikan landmark Palangkaraya berupa monumen dan bundaran di Pahandut yang ternyata beliau juga ikut andil.

Jikalau Palangkaraya dijadikan pusat pemerintahan maka Jakarta hanya akan menjadi pusat bisnis dan perdagangan saja. Ini seperti mengingatkan kita pada Washington dan New York di AS. Apabila Palangkaraya dijadikan ibukota tentu akan banyak keuntungan yang didapat seperti bisa memajukan daerah setempat dalam hal ini Kalimantan. Pembangunan transportasi kelas satu seperti rel keretaapi yang belum ada sama sekali di bumi borneo dan transportasi air akan lebih diperhatikan juga karena selama ini Kalimantan terkenal dengan sungai-sungainya yang menjadi andalan untuk transportasi dan tentu jika ibukota benar-benar di sana daerah perbatasan bisa diawasi apalagi illegal logging. Pada dasarnya semua itu juga akan melahirkan pemerataan karena selama ini kita melihat Indonesia selalu terpusat di Pulau Jawa sedangkan pulau-pulau lain terabaikan. Padahal Indonesia bukan hanya Jawa. Jadi, tunggu apa lagi?

Sheila ON 7-Hari Bersamanya