Bahasa Betawi, Yang Luwes di Antara Kontroversi

Menjelang ulang tahun ibukota Jakarta yang jatuh pada esok (22/6) bahasan mengenai kota yang akan berumur 583 tersebut biasanya dari A-Z. Bahasan itu bisa berarti sejarah, adat-istiadat, kuliner, dan juga bahasa. Nah, mengenai bahasa tentunya juga merupakan sesuatu yang tidak boleh dilewatkan atau dilupakan sebab bagaimanapun bahasa memegang peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa yang sering digunakan di Jakarta adalah bahasa Betawi atau disebut juga base Betawi. Bahasa Betawi jika dilihat dari ungkapan kata-katanya digolongkan sebagai bagian dari bahasa Melayu yang bersifat kreol alias campuran. Oleh karena itu bahasa Betawi termasuk juga rumpun Austronesia. Banyak kontroversi mengenai bahasa ini bila dilihat dari asal-usulnya yang sering dikaitkan dengan keberadaan orang-orang Betawi di pesisir utara Sunda Kelapa. Ada yang mengatakan bahasa ini termasuk bahasa yang muda usianya sama dengan komunitas pertama di Batavia atau Jakarta namun ada yang mengatakan sebaliknya. Bahkan saking mudanya bahasa ini malah lebih tepat dikatakan dialek. Ini juga bersumber dari keadaan yang mengatakan bahwa bahasa Melayu pasar menjadi sumber dari bahasa ini. Itulah yang dikatakan para linguis barat seperti Grijn atau Nothofer. Namun, Ridwan Saidi menolak anggapan tersebut dengan mengatakan bahwa bahasa Betawi bukan dialek sebab dia bagaimanapun juga mempunyai sistem tata bahasa dan Melayu pasar hanyalah salah satu unsur saja.

Bahasa Betawi mempunyai daerah pertuturan di jabodetabek. Itu berarti meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Nah, kalau di Bogor terutama di daerah dari Citayam sampai Cilebut. Bojonggede bahkan termasuk dalam urutan tersebut. Bahkan jika berbicara Sunda di daerah-daerah tersebut terutama di Bojonggede akan dianggap pejajaran alias kampungan. Anehnya, peta pemetaan bahasa Betawi terkadang tidak jelas. Orang hanya mengatakan bahwa bahasa Betawi itu di Jakarta saja dikarenakan pemetaan administratif pemerintahan.

Orang-orang daerah pun pada dasarnya mengenal bahasa Betawi. Hanya saja yang mereka kenal itu hanya sebatas pada bahasa gaul anak Jakarta yang merupakan turunan dari bahasa Betawi dengan menggunakan kata "gue" dan "lo". Padahal bahasa Betawi tak segampang itu. Masih banyak kosakata yang sepertinya jarang orang tahu dan bukan sebatas "gue" dan "lo"

Namun, bahasa Betawi pada akhirnya tidak bernasib seperti penuturnya yang mulai tergeser ke daerah pinggiran. Semua itu berkat Firman Muntaco yang mempopulerkan bahasa tersebut dalam karyanya, Gambang Jakarta. Karena keluwesannya bahasa tersebut digunakan banyak media massa. Namun, tetap saja jika tanpa penutur asli bahasa tersebut bisa punah dan tentu saja akan menghilangkan heterogenitas bahasa di negeri ini.

Sheila ON 7-Hari Bersamanya