Gelaran Piala Dunia yang sedang berlangsung di Afrika Selatan memang gelaran yang tidak biasa bagi banyak penghuni bumi. Bagaimana tidak dengan sifatnya yang 4 tahun sekali amatlah pantas jika gelaran ini adalah gelaran yang ditunggu-ditunggu daripada gelaran-gelaran lain termasuk gelaran politik. Di sinilah semua pemain yang berasal dari 32 negara terpilih unjuk kebolehan bermain sepakbola demi negaranya. Selain itu, karena sifatnya yang 4 tahun Piala Dunia kerap menghadirkan drama di dalam dan luar lapangan serta sering menjadi kajian beberapa ahli dispilin ilmu. Dari situ saja kita sudah bisa berpendapat bahwa Piala Dunia adalah sesuatu yang begitu mempesona, magis, dan universal.

Ketika Piala Dunia berlangsung dan semangatnya juga terasa di negeri tercinta ini, selalu saja ada pertanyaan: Kapan Indonesia melangkah ke final kejuaraan tersebut? Jika berbicara mengenai hal ini jawaban yang didapat bisa beragam mulai dari yang bilang beberapa puluh tahun mendatang atau tidak sama sekali jika melihat prestasi timnas yang sekarang acak adul dikarenakan kepemimpinan dalam tubuh olahraga sepakbola terbesar di negeri ini, PSSI. Memang hampir semua penggila bola merindukan dan memimpikan timnas bisa bermain di ajang akbar tersebut. Menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" yang membuat semua orang bisa bangkit rasa nasionalismenya dalam sekejap seperti yang terlihat pada gelaran Piala Asia 2007.

Beberapa solusi telah banyak diberikan demi timnas namun dari sekian banyak solusi ternyata tak semua mau menjalankan apalagi jika itu diarahkan pada PSSI. Kebanyakan solusi itu bersifat klise karena membicarakan tentang pembinaan usia dini, kompetisi yang teratur dan sebagainya. Namun, tak ada yang membicarakan bagaimana membudiyakan sepakbola ke dalam setiap hati masyarakat Indonesia sebagai sebuah budaya dan kebanggan nasional seperti yang terlihat di Brazil. Kebanyakan di negara ini sepakbola seperti olahraga lainnya masih dianggap sebuah permainan menang-kalah yang dampaknya belum terlihat pada kehidupan orang banyak. Pemikiran itulah yang masih ada dalam setiap benak orang di negeri ini. Sepakbola pun hanya dilihat sebagai sebuah komoditas sesaat dan setelah  itu seperti habis manis sepah dibuang dan yang benar-benar menikmati sepakbola lebih dari sekedar permainan hanya segelintir saja.

Namun, saya juga tak mau panjang lebar soal itu karena saya yakin masyarakat di sini lama-kelamaan bisa berkembang pikirannya dan dalam hati siap menyatakan sepakbola sebagai budaya dan kebanggan nasional. Kemudian saya ingin membicarakan lagi mengenai timnas. Memang banyak yang bilang timnas tidak pernah tampil di Piala Dunia namun ada yang sebaliknya. Coba sekarang Anda buka situs fifa.com dan cari tentang negara-negara anggota fifa dengan mengklik "Indonesia". Ketika Anda sudah dihadapkan pada halaman "Indonesia" lihat ke sebelah kanan atas dan Anda akan menemukan tulisan "Honour" dan di bawahnya ada tulisan "FIFA World Cup Appereances" di bawah tulisan ini lagi tertera "1 (1938).

Apa itu artinya? Itu artinya adalah bahwa negeri ini pernah tampil di Piala Dunia tepatnya Piala Dunia ke-3 pada 1938 di Perancis. Namun, memang tim yang tampil itu memakai nama Hindia-Belanda sebab ketika itu Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda dan penampilan tim yang dikapteni oleh Achmad Nawir itu harus terhenti lebih awal karena disingkirkan Hungaria 6-0. Ini kemudian yang menjadi kontroversi semua pihak. Ada yang menyatakan setuju dan ada yang tidak. Yang setuju mengatakan dengan alasan bahwa tanpa memandang Hindia-Belanda yang melekat di dalam tim tetapi tim itu merupakan representasi dari kepulauan besar di khatulistiwa yaitu yang sekarang bernama Indonesia. Dan yang tidak beralasan sebab Hindia-Belanda adalah nama negara dalam kekuasaan Belanda. Tim yang bermain pun juga bermain atas nama Belanda dan menyanyikan lagu "Wilhelmus" dan kalaupun representasi itu hanya sedikit sebab kebanyakan pemain diambil dari Jawa tepatnya dari Surabaya. Bahkan untuk hal yang tidak setuju ini, Soekarno pun berpendapat demikian bahwa yang bermain di Piala Dunia adalah Belanda bukan Indonesia.

Saya sendiri dalam hal ini lebih senang menyatakan bahwa timnas negeri ini pernah tampil di Piala Dunia 1938. Meskipun bernama Hindia-Belanda tentulah itu bukan sebuah alasan untuk mengatakan bahwa ini bukan timnas Indonesia. Sebab saya melihatnya dalam konteks poskolonial yaitu berarti semua yang berhubungan dengan kolonial di masa lampau dikaji kembali namun dalam perspektif berbeda. Kita sekarang tidak usah terlalu menafikkan dan memunafikkan  diri bahwa sesuatu yang berbeda itu bukan milik kita. Jika ada yang mengatakan bahwa timnas yang ada pada Piala Dunia 1938 bukan representasi keseluruhan hal itu dapat dimaklumi mengingat pada masa itu perkembangan sepakbola masih sebatas di Pulau Jawa yang memang merupakan olahraga ini diperkenalkan dan satu lagi kehadiran timnas itu malah membuat banyak orang mengenal tentang negara bernama Hindia-Belanda akan tetapi sering disebut Indonesia oleh para pribuminya dan apakah para pemain pribumi yang berada dalam tim itu akan terus loyal. Tentu saja tidak. Dibalik kostum itu rasa dan nama Indonesia tetap tertera. Nah, sekarang yang menjadi pertanyaan apakah terus kita akan selalu diam tak mengakui padahal negara lain pun mengakui apalagi FIFA sebagai organisasi sepakbola terbesar dunia? Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang haruslah itu diakui sebab bagaimanapun ini adalah produk heterogen bangsa ini dan sama halnya kita yang juga akhirnya mengakui etnis Cina. Saya sendiri juga mendapat cerita bahwa KNVB, organisasi sepakbola Belanda juga tidak mengakui. Nah, dari situ sekali lagi akankah kita terus seperti ini? Bila satu pihak tidak mau mengakui hendaknya kita mengakui atau malah ini akan tetap menjadi yang sesuatu yang liyan (the others). 

Sheila ON 7-Hari Bersamanya