Mudik: Prestisius-universalnya sebuah tradisi

Setiap tahun bila menjelang akhir-akhir ramadhan, telinga kita akan selalu mendengarkan kata seperti ini: mudik. Hampir di tiap media dan juga pembicaraan lisan orang-orang sekitar rumah mudik akan selalu menjadi tema favorit. Bahkan karena favorit dan juga prestisiusnya, mudik akan selalu mendapat tempat juga dalam berbagai pemberitaan mulai dari pemberangkatan, persiapan hingga berita ketika para pemudik sampai. Tak hanya itu berita-berita yang berkaitan dengan mudik tak selalu positif, tetapi juga negatif mulai dari kecelakaan, pencopetan dan penjambretan.

Mudik bagi banyak orang adalah pulang ke kampung atau daerah asal. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam KBBI yang menyatakan mudik adalah kegiatan pergi ke udik. Pergi di sini dinyatakan pergi untuk pulang sedangkan udik bisa bermakna pedalaman, hulu sungai atau desa/kampung.

Sesungguhnya, hampir setiap hari dan waktu orang yang jauh dari kampung halamannya akan melakukan kegiatan mudik entah itu karena masalah keluarga atau karena ada kegiatan besar di kampung halamannya. Jadi, bisa dikatakan mudik adalah semacam kegiatan yang sebenarnya biasa-biasa saja. Namun, adalah kebalikannya jika hal tersebut dilakukan menjelang hari-hari besar keagamaan seperti idul fitri. Nilai mudik itu menjadi luar biasa sebab yang melakukan mudik rupa-rupanya memanfaatkan mudiknya untuk berkumpul merayakan idul fitri bersama keluarga dan teman-teman di daerah asal. Maka memang ada ungkapan bahwa mudik akhirnya menjadi kewajiban.

Karena nilainya yang mendekati hari-hari besar keagamaan maka sudah dipastikan jumlah yang mudik akan selalu membludak. Sering kita lihat ada pemudik yang rela menunggu berjam-jam di terminal, stasiun, bandara dan pelabuhan hanya untuk mendapatkan tiket pulang (yang bahkan mahal di atas harga rata-rata) dan transportasi yang mengangkut mereka. Selain itu juga beberapa pemudik yang kebanyakan adalah para pekerja di berbagai sektor seperti perkantoran, perbankan, bahkan pedagang pasar atau pedagang kecil akan rela meninggalkan pekerjaannya demi mudik bersama keluarga dan itu dilakukan beberapa hari menjelang lebaran.

Jika melihat situasi di atas sudah dipastikan akan selalu terjadi desak-desakan bila menaiki transportasi yang ditunggunya dan banyak juga yang tidak terangkut. Beberapa solusi dilakukan seperti program mudik bersama atau penyediaan transportasi alternatif.

Pada dasarnya mudik juga mengandung banyak keuntungan terutama bagi mereka pihak yang menyediakan fasilitas untuk pemudik, pihak pengelola angkutan umum serta juga pihak-pihak yang memberitakan kegiatan mudik seperti media masa dan cetak dengan menggandeng beberapa sponsor dalam berbagai pemberitaan. Keuntungan lainnya adalah kota-kota besar akan menjadi lengang selama ditinggal sebagian besar para penghuninya yang mudik.

Mudik sejatinya adalah tradisi yang sudah mengakar di Indonesia dan tradisi ini sifatnya universal dan tidak terkait dengan satu hari keagamaan saja karena pasti setiap akan menjelang hari keagamaan orang-orang yang mempunyai sangkut-paut dengan agamanya akan melakukan kegiatan tersebut meskipun akan ada banyak perjuangan yang akan dilalui namun ketika sudah melewati ada kelegaan yang dimiliki sebab tujuan untuk berkumpul bersama keluarga dan teman-teman sudah terpenuhi. Hal ini menjadikan mudik harus selalu dilestarikan meskipun setelah mudik nanti masalah baru muncul yaitu munculnya pendatang baru yang hendak mencari nafkah. 

Sheila ON 7-Hari Bersamanya