Membawa Indonesia ke arah yang indonesiawi

Indonesia memang baru berumur sekitar  64 tahun dan Agustus nanti 65. Namun dalam umur yang sebenarnya masih dibilang relatif muda banyak muncul persoalan-persoalan yang tidak jelas asal-muasalnya seperti apa. Ada yang bilang persoalan-persoalan seperti itu muncul karena memang sudah diskenariokan sehingga jika dimunculkan ke dalam masyarakat luas akan menjadi buah bibir yang hangat dan tentu saja siapa yang dapat berkah dari yang seperti itu?

Yang pertama jelas para pejabat-pejabat yang ada dalam permainan. Seperti layaknya artis mereka tidak mau kalah mentereng. Kalau artis memang sudah bekerjanya untuk terus eksis sedangkan para pejabat hanya pada saat tertentu saja. Bisa dibilang iri.

Yang kedua jelas stasiun-stasiun televisi yang gencar memberitakan. Kalau dengan seperti itu rating mereka naiknya bisa minta ampun. Sayang, seperti menyaingi gosip berita yang dibuat terkesan mengada-ngada juga.

Yang ketiga ya masyarakat awam. Mereka-mereka inilah yang sebenarnya tidak mengerti apa-apa malah ikut-ikutan tampil di televisi dengan alasan memberikan pendapat tentang sebuah permasalahan. Sayang seribu sayang...pendapatnya kebanyakan ngasal dan tidak jelas. Dalam hati sih bilang yang penting tampil.

Selain itu ada lagi persoalan-persoalan jika dikaitkan dengan kebebasan dan kebanyakan adalah kebebasan berekspresi dan toleransi. Nah, untuk yang satu ini malah menjadi lahan sengketa antara golongan agamis dan liberal. Jika ada permasalahan mengenai itu muncul kedua-duanya berseteru seperti layaknya orang berantem. Tentu saja perseteruan keduanya dikarenakan peran media juga terutama media televisi yang menurut saya adalah provokator seperti provokator kerusuhan.

Kaum agamis sering mengatakan bahwa kebebasan berekspresi jangan berlebihan karena merusak moral. Sedangkan kaum liberal mengatakan moral sudah tidak diperlukan lagi karena banyak manusia di Indonesia yang sudah tidak bermoral dan kaum ini selalu mengatakan bahwa negara yang maju harus meninggalkan moral.

Kalau dalam permasalahan seperti itu saya mau ambil jalan tengah saja yaitu dengan menggabungkan kedua-duanya. Pada kaum agamis kita ambil postifinya saja jangan negatifnya seperti suka menjugde cara beribadah orang. Pada kaum liberal juga demikian dan negatifnya seperti terlalu mengagung-agungkan kebebasan ala Eropa ditinggalkan.

Namun saya menilai apa yang terjadi dalam gambaran di atas dikarenakan adanya kebingungan dari semua elemen mau membawa Indonesia ke arah mana. Apa mengikuti ala Eropa atau Asia (Arab)? Banyak yang mau ala Eropa tetapi ya kebablasan sedangkan yang Arab salah tafsir.

Jadi, mulai sekarang kita harusnya berpikir membawa Indonesia ke arah yang Indonesiawi. Arah yang sudah sejak lama ada terutama pada masa nenek-nenek moyang kita mencapai kejayaan. Arah yang sudah diakui oleh banyak bangsa di dunia bukan seperti sekarang yang terlalu mengumbar banyak faham dan kekerasan. Jika memang arah itu sudah disadari banyak pihak Indonesia benar-benar akan menjadi bangsa yang maju dan bermartabat dengan segala heterogenitasnya.

Sheila ON 7-Hari Bersamanya