Yang di Persimpangan Jalan: Sastra Hindia-Belanda

Pernah mendengar istilah sastra Hindia-Belanda atau Indische Literatuur? Pasti sebagian besar pernah apalagi yang bergulat di sastra Indonesia dan Belanda. Apa sih sastra Hindia-Belanda? 

Ini adalah genre sastra yang memberikan gambaran mengenai Hindia-Belanda (Indonesia) dan ditulis oleh orang-orang Belanda yang kebetulan pernah tinggal di Hindia-Belanda atau indo alias peranakan. Karena yang menulis adalah mereka maka tidak salah tulisan itu kebanyakan ditulis dalam bahasa Belanda. Namun demikian ada juga yang ditulis dalam bahasa Melayu. Hanya saja jumlahnya sedikit. Karena gambarannya adalah Hindia-Belanda maka seringkali muncul beberapa istilah-istilah pribumi atau inlander seperti kampong, dessa, njai, dan sebagainya dalam teks-teks tersebut.

Kebanyakan sastra Hindia-Belanda penggambarannya lebih pada kehidupan sosial orang-orang pribumi akan tetapi dari sudut pandang orang Belanda yang terkesan subyektif. Kesan itu muncul sebagai akibat dari mereka sebagai penguasa tanah jajahan dan merasa diri mereka paling beradab. Maka, memang dalam setiap teks akan selalu muncul kata-kata yang mendiskriminasikan kaum-kaum pribumi dengan keadaan yang kontras.

Namun yang saya ingin katakan di sini adalah bahwa saya tidak akan mempermasalahkan gambaran-gambaran mengenai kesubyektifan tersebut karena sejatinya seorang pengarang atau penulis ketika menulis karyanya mau tidak mau akan muncul sifat subyektifnya dan menurut saya itu wajar.

Yang saya ingin permasalahkan mengapa genre sastra ini tidak masuk ke dalam sastra Indonesia. Mungkin akan banyak yang beranggapan dengan pertanyaan saya itu melalui jawaban: Sudah jelas dia tidak berbahasa Indonesia dan berbahasa Belanda. Saya tahu hal tersebut. Namun toh, Max Havelaar saja yang tersohor itu bisa dimasukkan mengapa yang lain tidak? Apa karena gambaran yang subyektif itu? Sekali lagi lepaskan hal tersebut dan bicarakan ini sebagai sebuah produk budaya yang heterogen karena negara ini heterogen. Bagaimanapun dalam setiap sastra Hindia-Belanda lepas dari perilaku manusianya gambaran atau pesona alam dapat digambarkan begitu jelas dan indah. Lihat itu pada Max Havelaar (Multatuli), Onuitputtelijke Natuur (FW Junghunh) dan sebagainya. Inilah yang sebenarnya menjadi daya tarik sastra Hindia-Belanda. Lagipula dengan mengakuinya ke dalam sastra Indonesia otomatis khasanah sejarah Indonesia dapat bertambah.

Rupanya tak hanya di Indonesia saja genre sastra ini tercampakkan tetapi juga di Belanda. Sungguh ironis nasib genre sastra ini. Tak diakui dua induk semangnya. 

Sheila ON 7-Hari Bersamanya